PELALAWAN, radarlentera.com — Dulu dikenal sebagai benteng terakhir bagi satwa langka, kini Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) hanya menyisakan tiga ekor harimau Sumatera. Suatu ironi memilukan bagi kawasan konservasi yang pernah dijuluki surga biodiversitas tropis dataran rendah di Sumatera.
"Tesso Nilo dulunya rumah besar bagi harimau dan gajah. Kini hanya tiga harimau yang tersisa. Ini alarm keras bagi kita semua," tegas Direktur Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian LHK, Satyawa Pudyatmoko, saat menghadiri acara penyerahan lahan di Desa Segati, Kecamatan Langgam, Pelalawan, Rabu (2/7/2025).
Dari total 81.793 hektare kawasan TNTN, kini hanya sekitar 12.000 hektare yang masih berwujud hutan alami. Selebihnya telah berubah menjadi kebun kelapa sawit ilegal yang digarap oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab. Lanskap yang dulunya rimbun kini terbuka, menyisakan luka di tengah paru-paru Sumatera.
Dampaknya sangat nyata. Tak hanya harimau yang terusir dari habitatnya, tetapi juga Gajah Sumatera dan berbagai satwa endemik lainnya yang kehilangan ruang hidup.
Tesso Nilo bukan sekadar hutan. Ia adalah sumber kehidupan. Selain sebagai rumah bagi satwa langka, kawasan ini juga merupakan sumber air bagi sungai-sungai penting yang mengaliri wilayah Kampar dan Pelalawan.
Namun di tengah ancaman, cahaya harapan mulai menyala. Kesadaran mulai tumbuh dari akar rumput. Sejumlah masyarakat yang sebelumnya mengelola lahan secara ilegal, secara sukarela menyerahkannya kembali kepada negara.
"Saya sangat mengapresiasi masyarakat yang mengembalikan lahan mereka. Ini bukan sekadar tindakan hukum, tapi bentuk cinta pada bumi," ujar Satyawa.
Hingga kini, total 712 hektare lahan di TNTN telah diserahkan kembali, terdiri dari 401 hektare oleh Niko Sianipar dan 311 hektare oleh Kelompok Tani Maju. Lahan-lahan ini menjadi harapan baru untuk reforestasi dan pemulihan habitat.
Wakil Komandan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH), Brigjen TNI Dody Triwinarto, mengatakan proses penertiban akan terus berlanjut dengan pendekatan persuasif dan menjalin kemitraan dengan warga.
"Kami percaya, pemulihan Tesso Nilo bukan sekadar wacana. Dengan kolaborasi semua pihak, kawasan ini bisa kembali menjadi rumah yang aman bagi keanekaragaman hayati," ujarnya.
Satyawa menekankan, pemulihan Tesso Nilo bukan hanya soal konservasi. Ini soal menjaga kehormatan alam Riau, mewariskan hutan kepada anak cucu, dan melawan kerakusan yang hanya memberi keuntungan sesaat.
“Kalau bukan kita yang menjaga, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?” pungkasnya dengan penuh harap.