PEKANBARU, radarlentera.com - Anggota Komisi III DPR RI, Hj. Dewi Juliani, SH, menanggapi serius aksi geng motor remaja yang meresahkan warga Pekanbaru. Ia menilai fenomena tersebut tidak bisa disikapi hanya sebagai persoalan kriminal belaka, melainkan sebagai masalah sosial yang menuntut penanganan menyeluruh dan kolaboratif dari seluruh elemen bangsa.
Hal ini disampaikan menyusul peristiwa pada Minggu, 1 Juni 2025, sekitar pukul 01.00 WIB, di mana sekelompok remaja melakukan konvoi ugal-ugalan di Jalan Srikandi, Kelurahan Delima, Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru. Dalam video amatir yang viral di media sosial, mereka terekam membawa senjata tajam jenis celurit, double stick, dan alat setrum listrik (stun gun), serta mengintimidasi pengguna jalan lain.
Delapan pelaku yang seluruhnya masih berstatus pelajar, tiga di antaranya siswa SMP berusia 13–15 tahun berhasil diamankan oleh Tim RAGA Ditreskrimum Polda Riau kurang dari 24 jam setelah kejadian viral. Polisi juga menyita dua sepeda motor tanpa plat nomor dan sejumlah senjata yang digunakan saat aksi.
Hj. Dewi Juliani menegaskan bahwa pembinaan anak dan remaja bukan hanya tugas kepolisian, tetapi harus melibatkan sekolah, Kementerian Pendidikan, KPAI, tokoh masyarakat, hingga pemerintah daerah.
“Anak-anak ini adalah korban dari kurangnya pengawasan dan pengaruh buruk media sosial. Kita semua, sebagai negara dan masyarakat, wajib hadir untuk membina, bukan hanya menghukum. Kepolisian harus bersinergi dengan sekolah, orang tua, KPAI, KPI hingga pemda dalam menyelamatkan generasi muda dari jalan kekerasan,” tegas Dewi Juliani di Jakarta, Senin (9/6).
Ia juga menyoroti pentingnya keterlibatan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam membatasi tayangan-tayangan yang mengandung unsur kekerasan, aksi kriminal, dan glorifikasi geng motor yang berpotensi ditiru oleh anak-anak.
“KPI harus lebih tegas mengawasi dan menindak siaran televisi maupun konten daring yang bisa memengaruhi perilaku anak secara negatif. Tayangan yang mempertontonkan kekerasan, gaya hidup bebas, dan aksi-aksi kriminal secara tidak langsung menciptakan ruang legitimasi terhadap perilaku menyimpang,” ujar Dewi Juliani.
Menurutnya, sinergi antara KPI, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta platform media sosial harus diperkuat untuk mencegah penyebaran konten negatif yang bisa menstimulasi perilaku geng motor di kalangan remaja.
Ia juga meminta agar aparat kepolisian memantau lebih ketat aktivitas digital anak-anak, khususnya yang terpapar tren geng motor dan kekerasan daring. Koordinasi antarsektor harus diperkuat, termasuk dalam memberikan edukasi hukum dan literasi digital di sekolah-sekolah.
“Kita tidak bisa membiarkan ini menjadi tren baru yang merusak masa depan anak-anak kita. Dibutuhkan upaya preventif yang konsisten, bukan hanya reaktif ketika kejadian sudah viral,” imbuhnya.
Sebagai penutup, Dewi Juliani memberikan apresiasi atas kecepatan dan profesionalisme Polda Riau dalam mengamankan para pelaku tanpa kekerasan dan tetap mengedepankan pendekatan perlindungan anak.
“Penindakan cepat dari Polda Riau patut diapresiasi. Tapi jangan lupa, penanganan tegas harus tetap manusiawi. Ini bukan hanya soal keamanan, tapi soal membina anak-anak kita agar tidak tumbuh sebagai pelaku kekerasan. Itulah bentuk perlindungan masyarakat dan pembinaan anak bangsa yang sesungguhnya,” pungkasnya.