Kasus Korupsi SPPD Fiktif Setwan Riau: Inisial M Segera Jadi Tersangka, Kerugian Negara Capai Rp195,9 Miliar

Rabu, 18 Juni 2025 | 22:24:24 WIB
Ilustrasi

PEKANBARU, radarlentera.com - Penanganan kasus dugaan korupsi perjalanan dinas fiktif di Sekretariat DPRD (Setwan) Provinsi Riau tahun anggaran 2020–2021 mulai membuahkan hasil. Penyidik Polda Riau menetapkan satu nama sebagai tersangka utama dalam skandal yang merugikan negara hingga Rp195,9 miliar.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan, menyatakan bahwa gelar perkara yang digelar pada Selasa (17/6/2025) dan diasistensi langsung oleh Koordinator Staf Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Mabes Polri, mengantongi dua alat bukti kuat.

"Terhadap Saudara M, selaku Pengguna Anggaran, dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dan ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan akan dilakukan setelah notulen gelar perkara ditandatangani Kepala Kortas Tipikor Polri,” tegas Ade dalam konferensi pers, Rabu (18/6/2025).

Saat ditanya apakah inisial “M” merujuk pada mantan Sekretaris Dewan DPRD Riau, Ade membenarkannya singkat, “Ya.”

Penyidik kini fokus mengungkap struktur dan aliran dana dalam skema korupsi berjamaah ini. “Kami sedang mengelompokkan siapa saja yang berperan besar dalam pencairan dana fiktif, dan siapa saja penerima aliran dana dalam jumlah besar,” ujarnya.

Ade juga memastikan penerapan pasal tambahan terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). “Kita akan lapisi dengan TPPU untuk membuka peluang asset tracing dan penyitaan aset hasil korupsi,” katanya.

Proses penyidikan sudah melibatkan lebih dari 400 orang saksi, termasuk pejabat aktif dan nonaktif Setwan Riau. Beberapa di antaranya telah diperiksa berulang kali.

Uang tunai hampir Rp20 miliar dari tiga klaster penerima: ASN, tenaga ahli, dan honorer Setwan Riau. Barang mewah: tas, sepatu, dan sandal bermerek. 1 unit Harley Davidson XG500 tahun 2015, senilai lebih dari Rp200 juta. 4 unit apartemen di Kompleks Nayoga City Walk, Batam, senilai Rp2,1 miliar. Tanah seluas 1.206 meter persegi dan satu unit homestay di Nagari Harau, Sumatera Barat, senilai Rp2 miliar.

Sebuah rumah di Jalan Banda Aceh, Tangkerang Utara, Pekanbaru. “Langkah ini dilakukan agar kerugian negara bisa dipulihkan,” tegas Ade.

Saat ditanya apakah kasus ini masuk kategori korupsi berjamaah, Ade mengiyakan. “Bisa dibilang seperti itu,” ujarnya.

Penyidik menyiratkan bahwa jumlah tersangka kemungkinan bertambah, seiring pendalaman terhadap aliran dana dan peran masing-masing individu.

Tags

Terkini