Ditengah Kemelut Keuangan ,Kepala Desa Malah Bimtek ke Bali dan Lombok

Sabtu, 21 Desember 2024 | 07:41:04 WIB

 

Rokan Hilir - radarlentera.com, Tampaknya tengah menghadapi krisis keuangan yang semakin parah. Belum selesai dengan gejolak aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan honorer menuntut Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP), kini muncul kabar yang semakin mencoreng citra pemerintah daerah.

Ironisnya, di tengah situasi yang memprihatinkan ini, para Kepala Desa atau Datuk/Datin Penghulu se-Rokan Hilir justru mengagendakan kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) dan Studi Tiru ke Bali dan Lombok. Kegiatan ini dijadwalkan berlangsung dari tanggal 21 hingga 26 Desember 2024, seperti tertuang dalam surat proposal dari lembaga pusat pelatihan Bahana Mulya Dharma.

Isu Penggunaan Dana Desa
Surat tersebut mencantumkan tujuan kegiatan untuk meningkatkan pendapatan desa dan membahas isu strategis penggunaan Dana Desa tahun 2025. Namun, tidak disebutkan secara jelas dari mana sumber pembiayaan kegiatan ini. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa penginapan selama kegiatan akan menggunakan hotel berbintang tiga, menambah spekulasi terkait pemborosan anggaran di tengah keterbatasan keuangan daerah.

Bantahan dan Lempar Tanggung Jawab
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Rokan Hilir, Yandra, ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, menyatakan bahwa kegiatan ini sepenuhnya berada di bawah kewenangan desa.
"Karena mereka otonomi. Kewenangan mutlak di desa. Mereka yang tahu," jawab Yandra, seolah lepas tangan.

Sementara itu, Penjabat Penghulu Bakti Makmur, Sujarno, membenarkan keikutsertaannya dalam kegiatan ini. Namun, dia membantah bahwa Dana Desa digunakan untuk membiayai keberangkatan ke Bali dan Lombok.
"Dana Desa tidak boleh digunakan untuk Bimtek," tegas Sujarno melalui pesan WhatsApp. Namun, ia enggan memberikan penjelasan lebih lanjut dan meminta wartawan untuk mendatangi kantornya.

Ketimpangan yang Menyakitkan
Kabar ini memicu kecaman dari berbagai kalangan masyarakat yang menilai kegiatan ini tidak sensitif terhadap kondisi keuangan daerah. ASN dan honorer terpaksa turun ke jalan menuntut hak mereka, sementara Kepala Desa justru pergi ke daerah wisata dengan dalih peningkatan kapasitas.

Dari informasi yang dihimpun, ada sejumlah Datuk Penghulu atau Penjabat Datuk Penghulu yang memutuskan untuk tidak mengikuti kegiatan ini. Namun, jumlahnya tidak signifikan dibandingkan dengan mereka yang tetap berangkat.

Dengan situasi yang memanas ini, masyarakat menuntut transparansi dan pertanggungjawaban terkait penggunaan anggaran untuk kegiatan ini. Apakah prioritas pembangunan benar-benar berada pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, atau hanya untuk kepentingan segelintir elit?

Terkini